Selasa, 21 Januari 2014

HUKUM PEROROANGAN


HUKUM PERORANGAN

Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum, misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha, dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) terdiri dari empat bagian, yaitu:
• Buku I : berisi tentang Orang
• Buku II : berisi tentang Kebendaan
• Buku III : berisi tentang Perikatan/Perjanjian
• Buku IV : berisi tentang Pembuktian dan Kadaluarsa
Namun, seperti yang tertulis dalam judul makalah, kami hanya akan membahas Buku I KUH Perdata tentang orang yang lebih spesifik lagi tentang hukum perorangan atau pribadi.
Pengertian hukum perorangan menurut subekti adalah peraturan-peraturan perihal kecakapan untuk memiliki hak dan kewajiban untuk bertindak sendiri, melaksanakan hak-haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi kecakapan itu. Definisi ini terlalu sempit karena hukum perorangan tidak hanya mengkaji ketiga hal tersebut, namun juga mengkaji tentang domisili dan catatan sipil. Jadi, hukum perorangan adalah keselurah kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang subyek hukum dan kewenangan, kecakapan, domisili, dan catatan sipil. Definisi ini dititikberatkan pada wewenang subyek hukum dan ruang lingkup peraturan hukum perorangan.



Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum, misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha, dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) terdiri dari empat bagian, yaitu:
• Buku I : berisi tentang Orang
• Buku II : berisi tentang Kebendaan
• Buku III : berisi tentang Perikatan/Perjanjian
• Buku IV : berisi tentang Pembuktian dan Kadaluarsa
Namun, seperti yang tertulis dalam judul makalah, kami hanya akan membahas Buku I KUH Perdata tentang orang yang lebih spesifik lagi tentang hukum perorangan atau pribadi.
Pengertian hukum perorangan menurut subekti adalah peraturan-peraturan perihal kecakapan untuk memiliki hak dan kewajiban untuk bertindak sendiri, melaksanakan hak-haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi kecakapan itu. Definisi ini terlalu sempit karena hukum perorangan tidak hanya mengkaji ketiga hal tersebut, namun juga mengkaji tentang domisili dan catatan sipil. Jadi, hukum perorangan adalah keselurah kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang subyek hukum dan kewenangan, kecakapan, domisili, dan catatan sipil. Definisi ini dititikberatkan pada wewenang subyek hukum dan ruang lingkup peraturan hukum perorangan.

A. Pengertian Subyek Hukum
Istilah subyek hukum berasal dari terjemahan rechtsubject ( Belanda) atau law of subject (Inggris). Pada umumnya rechtsubject diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban. Pengertian subyek hukum (rechtsubject) menurut Algra adalah setiap orang yang mempunyai hak dan kewajiban, jadi mempunyai wewenang hukum (rechtbevoegheid) dan kewajiban hukum. Pengertian wewenang hukum (rechtbevoegheid) adalah kewenangan untuk mempunyai hak dan kewajiban untuk menjadi subjek dari hak-hak.
Dalam pengertian ini subyek hukum memiliki wewenang, wewenang subyek hukum ini dibagi menjadi dua :
• Wewenang untuk mempunyai hak (rechtsbevoegdheid)
• Wewenang untuk melakukan/menjalankan perbuatan hukum dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Namun dalam pengertian ini subyek hukum hanya terbatas pada orang saja, padahal selain orang ada subyek hukum lainnya yaitu badan hukum.
1. Manusia sebagai subyek hukum (natuurlijk persoon)
Ada dua pengertian manusia: biologis dan yuridis. Di dalam KBBI disebutkan bahwa manusia adalah makhluk yg berakal budi (mampu menguasai makhluk lain) sedangkan Chidir Ali mengartikan manusia adalah mahluk yang berwujud dan berohani, yang secara berasa, yang berbuat dan menilia, berpengatahuan dan berwatak. Kedua pengertian ini difokuskan pada pengertian manusia secara biologis dimana manusia mempunyai akal yang membuatnya berbeda dengan mahluk lain. Namun secara yuridis para ahli berpendapat bahwa manusia sama dengan orang (persoon) dalam hukum. Ada dua alasan manusia disebut dengan orang (persoon) yaitu: manusia mempunyai hak-hak subyektif dan kewenangan hukum. Dalam hal ini kewenangan hukum berarti kecakapan untuk menjadi subyek hukum, yaitu sebagai pendukung hak dan kewajiban.
Pada dasarnya manusia mempunyai hak sejak dalam kandungan (Pasal 2 KUH Perdata), namun tidak semua manusia mempunyai kewenangan dan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Orang yang dapat melakukan perbuatan adalah orang yang telah dewasa dan atau sudah kawin. Ukuran kedewasaan adalah sudah berumur 21 tahun dan atau sudah kawin. Sedangkan orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum adalah (1) orang yang sudah dewasa; (2) orang yang berada dibawah pengampunan atau pengawasan; (3) Kurang cerdas; (4) sakit ingatan (pasal 1331 KUH Pdt.)
2. Badan hukum sebagai subyek hukum (Recht persoon)
Badan hukum daalam bahasa belanda disebut rechtpersoon. Menurut soemitro berarti suatu badan yang dapat mempunyai harta kekayaan, hak serta kewajiban seperti orang-orang pribadi. Pendapat lain berpendapat bahwa badan hukum adalah kumpulan orang-orang yang bersama-sama bertujuan untuk mendirikan suatu badan yaitu (1) berwujud himpunan, dan (2) harta kekayaan yang disendirikan untuk tujuan tertentu, dan ini dikenal dengan yayasan (Sri Soedewi Masjchoen)
Kalau dilihat dari pendapat tersebut badan hukum dapat dikategorikan sebagai subjek hukum sama dengan manusia disebabkan karena:
• Badan hukum itu mempunyai kekayaan sendiri
• Sebagai pendukung hak dan kewajiban
• Dapat menggugat dan digugat di muka pengadilan
• Ikut serta dalam lalu lintas hukumĂ  bias melakukan jual beli
• Mempunyai tujuan dan kepentingan

B. Kewenangan Berhak dan Berbuat
1. Kewenanagn Berhak
Hukum perdata memandang bahwa setiap manusia mempunyai hak yang sama. Baik itu manusia yang sudah dewasa ataupun manusia yang masih belum dewasa, maka hak-haknya tetaplah sama. Berakhirnya seseorang sebagai pendukung hak dan kewajiban dalam hukum perdata adalah apabila ia meninggal dunia.
Namun apabila terdapat pertanyaan, apakah manusia yang tidak normal memiliki kewenangan berhak? Dalam kenyataan setiap manusia atau setiap individu itu mempunyai atau mampu bertanggungjawab atas segala perbuatan yang dilakukan. Kewenangan berhak adalah mengandung pengertian kewenangan setiap manusia pribadi yang berlangsung terus menerus hingga akhir hayatnya. Kewenangan berhak setiap manusia tidak dapat ditiadakan oleh suatu ketentuan hukum apapun.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kewenanagan berrhak seseorang yang sifatya membatasi, diantaranya:
a) Tempat tinggal, misalnya dalam pasal 3 PP No.24 Th.1960 dalam pasal 1 PP No. 41 Th. 1964 (tambahan pasal 3a s/d 3c) jo pasal 1 ayat 2 UUPA disebutkan larangan pemilikan tanah pertanian oleh orang yang bertempat tinggal diluar kecamtan tempat letak tanahnya (tanah absensi).
b) Kewarganegaraan, misalnya dalam pasal 21 UUPA disebutkan bahwa hanya WNI yag berhak memiliki hak milik (berupa tanah).
2. Kewenangan Berbuat
Kewenangan Berbuat/Bertindak.
Pada dasarnya, setiap manusia memliki kewenangan berhak, yakni kewenangan berhak untuk dilakukan (dikenai) atau melakukan apa saja sesuai dengan ketentuan aturan. Hanya saja kewenangan berbuat atau kewenangan bertindak adalah kewenangan yang tidak harus dilakukan oleh setiap manusia. Sebab hal ini dibatasi oleh beberapa faktor. Kesimpulannya, setiap manusia yang mempunyai kewenangan berhak belum tentu mempunyai kewenangan berbuat atau bertindak.
Contohnya adalah, adat Jawa yang mengatakan seseorang yang sudah mandiri dikatakan cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Sebaiknya dikatakan belum dewasa apabila orang tersebut belum mandiri dan belum berkeluarga.
Undang-Undang Dasar 1945 melalui pasal 2 aturan peralihan menyatakan bahwa: Ketentuan produk kolonial masih dapat diberlakukan sebelum dibentuk undang-undang yang baru. Sampai sekarang belum ada undang-undang baru yang meneruskan pengertian dewasa dan belum dewasa. Oleh harena itu ketentuan dewasa dan belum dewasa produk kolonial masih berlaku. Misalnya: - Pasal 330 BW, untuk golongan eropa. Stablad 1924 No. 556, untuk golongan orang timur asing.
Contoh kongkrit yang lain adalah dengan keluarnya Undang-Undang no 1 tahun 1974 tentang perkawinan, maka konsep dewasa dan tidak dewasa menjadi berubah. Di dalam UU tersebut disebutkan, bahwa ijin orang tua bagi: Orang yang akan melangsungkan perkawinan jika belum mencapai umur 20 tahun. Dan bagi wanita yang akan melangsungkan perkawinan. Anak yang belum berusia 18 tahun, belum pernah kawin, dan berada di bawah kekuasaan orang tua. Anak yang belum mencapai usia 18 tahun, belum pernah kawin dan tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, tetapi berada di bawah kekuasaan wali.

C. Akibat ketidakcakapan
Kewenangan dan kecakapan, keduanya merupakan hal yang serupa. Kewenagan dan kecakapan menjadi penting ketika dihadapkan pada sahnya subyek hukum dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.
Orang yang cakap (wenang melakukan perbuatan hukum ) menurut UU adalah:
i. Orang yang dewasa ( diatas 18 tahun) atau pernah melangsungkan perkawinan
ii. Tidak dibawah pengampuan, yaitu orang dewasa tapi dalam keadaan dungu, gila, pemboros, dll.
iii. Tidak dilarang oleh UU, misal orang yang dinyatakan pailit oleh UU dilarang untuk melakukan perbuatan hukum.
Pendewasaan adalah meniadakan keadaan belum dewasa kepada seseorang agar dapat melakukan perbuatan hukum.
Ada 2 macam pendewasaan :
a) Penuh (sempurna), anak dibawah umur memperoleh kedudukan sama dengan orang dewasa dalam semua hal.
Pendewasaan Penuh/sempurna (Pasal 420 s/d 425 KUHPer) :
• Syaratnya yang bersangkutan telah mencapai umur 20 tahun
• Permohonan diajukan kepada Presiden dan diberikan setelah mendengar pertimbangan Mahkamah Agung
• Mempunyai kedudukan yang sama dengan orang dewasa
• Tidak dapat ditarik kembali menjadi keadaan belum dewasa.
b) Terbatas, hanya disamakan dalam hal perbuatan hukum, namun tetap berada dibawah unmur.
Ketentuan pendewasaan terbatas (Pasal 426-431 KUHPer) :
• Syarat yang bersangkutan telah mencapai umur 18 tahun
• Permohonan diajukan kepada Pengadilan Negeri
• Hanya cakap untuk tindakan-tindakan hokum tertentu
• Dapat ditarik kembali menjadi keadaan belum dewasa
Contoh : membuat wasiat
D. Kewarganegaraan dan Akibat Hukumnya
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 menyebutkan, Kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara. Dan Undang-Undang Kewarganegaraan yang baru ini tengah memuat asas-asas kewarganegaraan umum ataupun universal. adapun asas-asas yang dianut dalam undang-undang ini antara lain :
Asas Ius Sanguinis (law of blood) merupakan asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
Asas Ius Soli (law of the soil) secara terbatas merupakan asas yang menetukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
Asas Kewarganegaraan Tunggal merupakan asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.
Asas Kewarganegaraan Ganda terbatas merupakan asas yang menetukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
Akibat Kewarganegaraan
Undang-undang kewarganegaraan pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride). Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak dalam undang-undang ini merupakan suatu pengecualian. Mengenai hilangnya kewarganegaraan seorang anak hanya apabila anak tersebut tidak memiliki hubungan hukum dengan ayahnya, dan hilangnya kewarganegaraan ayah atatu ibu tidak secara otomatis menyebabkan kewarganegaraan seorang anak menjadi hilang.
Berdasarkan undang-undang ini anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita WNI dengan pria WNA, maupun anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita WNA dengan pria WNI, sama-sama diakui sebagai Warga Negara Indonesia. Anak tersebut akan berkewarganegaraan ganda, dan setelah anak berusia 18 tahun atau sudah kawin maka anak tersebut harus menentukan pilihannya, dan pernyataan untuk memilih tersebut harus disampaikan paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 tahun atau setelah kawin.
Pemberian kewarganegaraan ganda ini merupakan perkembangan baru yang positif bagi anak-anak hasil perkawinan campuran. Namun perlu di telaah, apakah pemberian dua kewarganegaraan ini akan menimbulkan permasalahan baru dikemudian hari atau tidak, karena bagaimanapun memiliki kewarganegaraan ganda berarti tunduk kepada dua yurisdiksi, dan apabila dikaji dari segi hukum perdata internasional kewarganegaraan ganda memiliki potensi masalah, misalnya dalam hal penentuan status personal yang didasarkan pada asas nasionalitas, maka seorang anak berarti akan tunduk pada ketentuan negara nasionalnya. Bila ketentuan antara hukum negara yang satu dengan yang lainnya tidak bertentangan maka tidak ada masalah, namun bagaimana bila terdapat pertentangan antara hukum negara yang satu dengan yang lain, lalu pengaturan status personal anak itu akan mengikuti kaidah negara yang mana, dan bagaimana bila ketentuan yang satu melanggar asas ketertiban umum pada ketentuan negara yang lain.

1. Pengertian Domisili
Domisili adalah terjemahan dari domicile atau woonplaats yang artinya tempat tinggal. Menurut sri soedewi Masjchoen sofwan domisili atau tempat kediaman itu adalah:
“tempat di mana seseorang dianggap hadir mengenai hal melakukan hak-haknya dan memenuhi kewajibannya juga meskipun kenyataannya dia tidak di situ”
Menurut kitab Undang-Undang Hukum Perdata tempat kediaman itu seringkali ialah rumahnya, kadang-kadang kotanya. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa setiap orang dianggap selalu mempunyai tempat tinggal di mana ia sehari-harinya melakukan kegiatannya atau di mana ia berkediaman pokok. Kadang-kadang menetapkan tempat kediaman seseorang itu sulit, karena selalu berpindah-pindah (banyak rumahnya). Untuk memudahkan hal tersebut dibedakan antara tempat kediaman hukum (secara yuridis) dan tempat kediaman yang sesungguhnya.
Tempat kediaman hukum adalah:
“Tempat dimana seseorang dianggap selalu hadir berhubungan dengan hal melakukan hak-haknya serta kewajiban-kewajibannya, meskipun sesungguhnya mungkin ia bertempat tinggal di lain tempat.
Menurut Pasal 77, Pasal 1393; 2 KUHPerdata tempat tinggal itu adalah “tempat tinggal dimana sesuatu perbuatan hukum harus dilakukan”.

Bagi orang yang tidak mempunyai tempat kediaman tertentu,maka tenpat tinggal dianggap di mana ia sungguh-sungguh berada.
2. Pentingnya Domisili
i. Prof. J. Hardijawidjaja, S.H. dan Prof. Ko Tjai Sing, S.H. mengatakan bahwa dalam arti hukum domisili adalah tempat dimana seseorang harus dianggap selalu berada untuk memenuhi kewajiban serta melaksanakan hak-haknya itu.
Contoh: Seorang Anggota DPR RI yang pada kenyataannya bertempat tinggal di Kendal akan dikatakan berdomisili di Jakarta karena meskipun tempat tinggalnya di kendal namun di Jakarta adalah tempat dimana ia sewaktu-waktu dapat dipanggil dan melakukan hak-hak serta kewajibannya.
ii. Berdasarkan BW dan undang-undang lainya, domisili ditentukan berdasarkan tempat dimana perbuatan hukum harus atau dapat dilakukan oleh kompetensi suatu instansi yang bersangkutan.
Misalnya:
a) Pasal 76 BW
Perkawinan harus dilangsungkan dihadapan pegawai catatan sipil dari tempat tinggal slah satu pihak yang hendak kawin
b) Pasal 207 BW
Gugatan perceraian harus diajukan kepada Pengadilan Negeri dari tempat tinggal suami istri.
c) Pasal 1393 ayat 2 BW
Apabila tidak diperjanjikan lain, pembayaran dilakukan ditempat tinggal kreditor.
d) Pasal 118 ayat 1 HIR
Perkara perdata diadili oleh Pengadilan Negeri dari tempat tergugat.
iii. Selain itu, domisili juga penting bagi seseorang dalam hal berikut:
a) Untuk menentukan atau menunjukan suatu tempat di mana berbagai perbuatan hokum harus dilakukan, misalnya mengajukan gugatan, pengadilan mana yang berwenang mengadili (menurut sri soedewi sofwan)
b) Untuk mengetahui dengan siapakah seseorang itu melakukan hubungan hokum serta apa yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing (ridwan syahrani)
c) Diwilayah hukum mana perkawinan harus dilakukan bila seseorang hendak menikah.
d) Dimana seseorang atau badan hukum itu harus dipanggil oleh pengadilan.
e) Pengadilan mana yang berwenang untuk menyelesaikan perkara yang melibatkan orang atau badan hukum itu.
f) Tempat dilaksankannya pembagian warisan yang ditinggalakan oleh orang yang bersangkutan dimana ia tinggal sampai ia meninggal dunia..
1. Pengertian Catatan Sipil
Catatan Sipil merupakan bagiandari sistem administrasi kependudukan secara keseluruhan yang terdiri subsistem pendaftaran penduduk dan catatan sipil. Keduanya mencakup hak asasi bagisemua manusia yang berada dalam suatu negara walaupun demikian bukan berartipendaftaran penduduk identik dengan pencatatan sipil. Keduanya dapatdibangundalam satu sistem, keduanya juga dapat dikategorikan dalampelayanan publik.Tetapi di antara keduanya terdapat perbedaan yang menonjol bahwa pencatatansipil memiliki aspek hukum yang membawa akibat hukum yang luas bagi setiapwarga negara.
Banyak pihak yang merancukan"pencatatan sipil" sama dengan "pencatatan penduduk". Haltersebut terbukti dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri No.54 Tahun 1999 bahwa pendaftaran penduduk adalah kegiatan pendaftaran dan atau pencatatan datapenduduk beserta perubahannya, perkawinan, perceraian, kematian dan mutasipenduduk, penerbitan nomor induk kependudukan, nomor induk kependudukansementara, kartu keluarga, kartu tanda penduduk dan akta pencatatan pendudukserta pengelolaan data penduduk dan penyuluhan.
Jadi jelas, dari definisitersebut merancukan antara pendaftaran penduduk dan “pencatatan penduduk”.Seolah-olah pengertian “penduduk”sama dengan “sipil”. Menurut keputusan Menteri Dalam Negeritersebut, definisi penduduk adalah setiap warga Indonesiayang selanjutnya disingkat WNI dan warganegara asing selanjutnya disingkat WNA pemegang izin tinggal tetap di wilayahnegara RI.
Sedangkan pengertian “sipil” bukan berarti penduduk semata, melainkan mencakup hak-hak setiap warga negara yang mengkait status hukum sipil/keperdataan seseorang (warga negara). Bahkan status hukum tersebut terkait pula dengan status kewarganegaraan seseorang.
Namun dalam kamus besar bahasa indonesi catatan sipil adalah kantor yang bertugas membuat dan menyimpan surat-surat mengenai kelahiran, perkawinan, perceraian, dan kematian. Dalam pencatatan ini, pemerintah menugaskan kepada kantor/lrmbaga catatan sipil dengan tujuan:
a) Agar setiap warga negara dapat memiliki bukti-bukti otentik tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi sehubungan dengan dirinya.
b) Untuk memperlancar aktivitas pemeritah dibidang kependudukan, misalnya dalam pendataan pemilu.
c) Untuk mendapatkan data-data selengkap mungkin agar status warga masyarakat dapat diketahui
2. Kegunaan akta yang dibuat oleh catatan sipil
Akta dapat mempunyai fungsi formil (formalitas causa) yang berarti bahwa untuk lengkapnya atau sempurnannya suatu hukum perbuatan hukum, harusnya dibuat suatu akta. Sebagai contoh dari suatu perbuatan hukum yang harus dituangkan dalam bentuk akta sebagai syarat formil ialah pasal 1610 BW tentang perjanjian pemborongan, pasal 1767 BW tentang perjanjian hutang piutang dengan bunga dan pasal 1851 tentang perdamaian.
Sifat tertulisnya suatu perjanjian dalam bentuk akta itu tidak membuat sahnya perjanjian tetapi hanyalah agar dapat digunakan sebagaai alat bukti.
IV. Simpulan
Subyek hukum dibagi menjadi dua yaitu: orang dan badan hukum. Subyek hukum adalah setiap manusia atau badan hukum yang punya hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum.
Pada dasarnya, setiap manusia memliki kewenangan berhak, yakni kewenangan berhak untuk dilakukan (dikenai) atau melakukan apa saja sesuai dengan ketentuan aturan. Hanya saja kewenangan berbuat atau kewenangan bertindak adalah kewenangan yang tidak harus dilakukan oleh setiap manusia. Sebab hal ini dibatasi oleh beberapa faktor. Kesimpulannya, setiap manusia yang mempunyai kewenangan berhak belum tentu mempunyai kewenangan berbuat atau bertindak.
Orang yang cakap (wenang melakukan perbuatan hukum ) menurut UU adalah:
• Orang yang dewasa ( diatas 18 tahun) atau pernah melangsungkan perkawinan
• Tidak dibawah pengampuan, yaitu orang dewasa tapi dalam keadaan dungu, gila, pemboros, dll.
• Tidak dilarang oleh UU, misal orang yang dinyatakan pailit oleh UU dilarang untuk melakukan perbuatan hukum.
Kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara. Dan Undang-Undang Kewarganegaraan yang baru ini tengah memuat asas-asas kewarganegaraan umum ataupun universal.
Catatan sipil adalah kantor yang bertugas membuat dan menyimpan surat-surat mengenai kelahiran, perkawinan, perceraian, dan kematian.


Hukum Perorangan atau Hukum Privat
1.Pengertian Hukum
Hukum adalah ilmu yang sangat menarik, namun pada pelaksanaannya sering di jumpai kejanggalan,dan perbedaan dalam penafsiran, di indonesia begitu banyak peraturan/undang-undang yang diciptakan. Hukum Nasional Sebagai Hasil Pengembangan Hukum Adat, dimana Hukum adat tidak pernah mundur atau tergeser dari percaturan politik dalam membangun hukum nasional, adalah untuk terwujudnya hukum nasional dengan mengangkat hukum rakyat yaitu hukum adat menjadi hukum nasional terlihat pada naskah sumpah pemuda pada tahun 1928 bahwa hukum adat layak diangkat menjadi hukum nasional yang modern.
Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur kepentingan perorangan yang satu dengan yang lainnya dalam pergaulan masyarakat, yang memberikan batasan – batasan dan oleh karenanya memberikan perlindungan pada kepentingan perorangan dalam perbandingan yang tepat antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lain dalam masyarakat tertentu, terutama hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas hukum privat.
Hukum Perorangan, adalah keseluruhan kaedah hukum yang mengatur kedudukan manusia sebagai subjek hukum dan wewenang untuk memperoleh, memiliki, dan mempergunakan hak – hak dan kewajiban ke dalam lalu lintas hukum serta kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak – haknya, juga hal – hal yang mempengaruhi kedudukan subjek hukum. Dalam artian sempit hokum perorangan dapat diartikan sebagai hukum orang yang hanya ketentuan orang sebagai subjek hukum. Dan dalam artian yang luas Hukum orang tidak hanya ketentuan orang sebagai subjek hukum tetapi juga termasuk aturan hukum keluarga.3
2.Subjek Hukum Perorangan
Subjek hukum adalah setiap pendukung hak dan kewajiban yaitu : manusia (Natuurlijk persoon) dan badan huum(rechts persoon).
A. Manusia (Natuurlijk Persoon).
Manusia menurut pengertian hukum terdiri dari tiga pengertian :
1. Mens, yaitu manusia dalam pengertian biologis yang mempunyai anggota tubuh,kepala, tangan, kaki dan sebagainya.
2. Persoon, yaitu manusia dalam pengertian yuridis,baik sebagi individu/pribadi maupun sebagai makhluk yang melakukan hubungan Hukum dalam masyarakat.
3. Rehts Subject (Subjek Hukum).yaitu manusia dalam hubungan dengan hubungan hukum (rechts relatie), maka manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban.
Pada azasnya manusia (naturlijk persoon) merupakan subjek hukum (pendukung hak dan kewajiban ) sejak lahirnya sampai meninggal. Dapat dihitung surut, apabila memang untuk kepentingannya, dimulai ketika orang tersebut masih berada di dalam kandungan ibunya.
(Teori Fiksi Hukum). Bahkan pasal 2 KUH.Perdata mengatakan :
“ Anak ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap telah dilahirkan (menjadi subjek hukum) bila mana kepentingan sianak menghendakinya misal mengenai pewarisan dan jika sianak mati sewaktu dilahirkan dianggap sebagai tidak pernah ada.”
B. Badan Hukum (Recht Person).
Badan Hukum adalah subjek hukum yang bukan manuia yang mempunyai wewenang dan cakap bertindak dalam hukum melalui wakil-wakil atau pengurusnya. Sebagai subjek hukum yang bukan manusia tentu Badan Hukum mempunyai perbedaaan dengan Subjek hukum manusia terutama dalam lapangan Hukum Kekeluargaan seperti kawin,beranak,mempunyai kekuasaan sebagai suami atau orangtua dan sebagainya.
PEMBAGIAN BADAN HUKUM.
Dalam pergaulan hukum terdapat bermacam-macam bentuk dari Badan
Hukum :
1. Perhimpunan (verenigingen) yaitu yang dibentuk dengan sengaja dan sukarela oleh orang-orang yang bermaksud untuk memperkuat kedudukan ekonomis mereka,memelihara kebudayaan, mengurus soal-sosial dsb. Badan hukum semacam ini dapat berupa Perseroan Terbatas/PT.dsb.
2. Persekutuan Orang (gemeenschap van mensen) yaitu yang dibentuk karena perkembangan faktor-faktor sosial dan politik dalam sejarah,misalnya negara,propinsi,kabupaten/kota maya dsb.
3. Organisasi yang didirikan berdasarkan Undang-undang misalnya koperasi.
4. Yayasan.
Dari pembagian bentuk-bentuk Badan Hukum diatas maka Badan Hukum dapat digolongkan dalam 2 golongan :
1. Corporasi.( no. 1,2,dan 3 diatas)
2. Yayasan. (no. 4)
Coorporasi adalah kumpulan manusia yang mempunyai organisasi tertentu dan mempunyai tujuan tertentu yang bertindak dalam lalu lintas hukum sebagai satu kesatuan. Corporasi adalah Badan Hukum yang mempunyai anggota tapi mempunyai hak dan kewajiban sendiri.
Yayasan adalah tiap kekayaan (vermogen) yang tidak merupakan kekayaan orang atau kekayaan badan yang diberi tujuan tertentu. Yayasan adalah Badan Hukum yang tidak mempunyai anggota. Dalam pergaulan hukum yayasan itu bertindak sebagai pendukung hak dan kewajiban tersendiri, yang dilaksanakan oleh pengurus (bestuur) nya untuk menyelenggarakan tujuannya.
Misalnya : Yayasan Universitas Tengku Amir Hamzah Medan.
Yang merupakan perbedaan antara Yaysan dengan Corporasi adalah Yayasan menjadi Badan Hukum dengan tiada beranggota sedangkan Corporasi mempunyai anggota. Persamaanya adalah sama-sama mempunyai pengurus yang mengurus kekayaan dan menyelenggarakan tujuannya.
Berdasarkan pembagian hukum dalam Hukum Publik dan Hukum privat
maka badan hukum dapat dibagi atas :
Badan Hukum Publik yang mana pendiriannya didasarkan atau diatur oleh Hukum Publik.Misalnya : – negar- propinsi,kabupaten/kota madya,dsb.
Badan Hukum Privat, yang mana pendirian dan susunannya diatur oleh Hukum Privat.
Misalnya : – Perseroan Terbatas /PT, – Cv,dsb
3. Kesimpulan
Hukum Perorangan, adalah keseluruhan kaedah hukum yang mengatur kedudukan manusia sebagai subjek hukum dan wewenang untuk memperoleh, memiliki, dan mempergunakan hak – hak dan kewajiban ke dalam lalu lintas hukum serta kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak – haknya, juga hal – hal yang mempengaruhi kedudukan subjek hokum
Subjek hukum adalah setiap pendukung hak dan kewajiban yaitu manusia
(Natuurlijk persoon) dan badan hukum(rechts persoon).
A. Manusia (Natuurlijk Persoon).
Manusia menurut pengertian hukum terdiri dari tiga pengertian :
1. Mens, yaitu manusia dalam pengertian biologis yang mempunyai anggota tubuh,kepala, tangan, kaki dan sebagainya.
2. Persoon, yaitu manusia dalam pengertian yuridis,baik sebagi individu/pribadi maupun sebagai makhluk yang melakukan hubungan Hukum dalam masyarakat.
3. Rehts Subject (Subjek Hukum).yaitu manusia dalam hubungan dengan hubungan hukum (rechts relatie), maka manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban.
PEMBAGIAN BADAN HUKUM.
1. Perhimpunan (verenigingen) yaitu yang dibentuk dengan sengaja dan sukarela oleh orang-orang yang bermaksud untuk memperkuat kedudukan ekonomis mereka,memelihara kebudayaan, mengurus soal-sosial dsb. Badan hukum semacam ini dapat berupa Perseroan Terbatas/PT.dsb.
2. Persekutuan Orang (gemeenschap van mensen) yaitu yang dibentuk karena perkembangan faktor-faktor sosial dan politik dalam sejarah,misalnya negara,propinsi,kabupaten/kota maya dsb.
3. Organisasi yang didirikan berdasarkan Undang-undang misalnya koperasi.
4. Yayasan.
Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur kepentingan perorangan yang satu dengan yang lainnya dalam pergaulan masyarakat, yang memberikan batasan – batasan dan oleh karenanya memberikan perlindungan pada kepentingan perorangan dalam perbandingan yang tepat antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lain dalam masyarakat tertentu, terutama hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas hukum privat.

Pembagian hukum perdata :

1. Pembagian Hukum Perdata menurut Ilmu Pengetahuan
2. Pembagian Hukum Perdata menurut sistem kodifikasi ( KUHPer)

Hukum Perorangan

* Hukum Perorangan dalam arti luas :

1. Hukum Perorangan, adalah keseluruhan kaedah hukum yang mengatur kedudukan manusia sebagai subjek hukum dan wewenang untuk memperoleh, memiliki, dan mempergunakan hak – hak dan kewajiban ke dalam lalu lintas hukum serta kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak – haknya, juga hal – hal yang mempengaruhi kedudukan subjek hukum.

2. Hukum Kekeluargaan, adalah hukum yang mengatur perihal hubungan – hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan, yaitu perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami istri, hubungan antara orang tua dan anak, perwalian, dan curatele.

* Hukum Perorangan dalam arti sempit
o Hukum yang mengatur tentang orang sebagai subjek hukum



Orang Sebagai Subjek Hukum

Subjek Hukum

Subjek Hukum adalah pembawa hak dan kewajiban

Kategori Subjek Hukum

* Manusia (Natuurlijk Persoon)

Orang yang diberi wewenang dan berkedudukan sebagai subjek

* Badan Hukum ( Rechts Persoon)

Subjek hukum yang tidak mempunyai wujud fisik, tetapi dalam hukum dianggap sebagai sesuatu yang dapat memiliki hak dan kewajiban.

Ada 2 macam Badan hukum :

1.
1. Badan Hukum Publik, contoh : negara
2. Badan hukum privat, contoh : PT, Koperasi, Yayasan.

Asas – Asas Manusia / Subjek Hukum

1. Setiap manusia berkedudukan sama dalam bidang hukum
2. Tidak semua orang cakap bertindak di bidang hukum
3. Manusia dianggap ada sejak ia lahir sampai ia meninggal
4. Tiap orang harus mempunyai domisili / tempat tinggal

Terdapat pengecualian, yaitu pada pasal 2 KUHPer, dinyatakan bahwa bayi yang masih ada di dalam kandungan ibunya dianggap telah lahir dan menjadi subjek hukum jika kepentingannya menghendaki. Namun, apabila bayi tersebut dilahirkan dalam keadaan meninggal dunia, maka menurut hukum ia dianggap tidak pernah ada. Jadi bayi dalam kandungan disini sudah dianggap sebagai manusia.

Dalam pasal 348 KUHPer, UU melindungi anak yang masih ada di dalam kandungan.

Berlakunya ketentuan tersebut harus memenuhi syarat – syarat, sebagai berikut :

1. Si bayi dalam kandungan harus telah dibenihkan saat kepentingannya timbul
2. Si bayi harus dilahirkan hidup
3. Kepentingan si bayi menghendaki, diartikan bahwa berdasarkan keadaan telah timbul hak – hak tertentu bagi si bayi.



AKIBAT PERKAWINAN

Pengertian

Yaitu bagaimana hubungan yang timbul antara para pihak (suami istri), yang menimbulkan hak dan kewajiban antara suami istri, hubungan suami istri dengan keturunan dan kekuasaan orang tua serta hubungan suami istri dengan harta kekayaan yang mereka miliki.



Akibat Perkawinan Menurut KUHPer

1. Akibat Perkawinan terhadap hubungan suami istri, menimbulkan hak dan kewajiban. Dalam hal ini kemudian dibagi lagi menjadi 2 sub yaitu :

a. Akibat yang timbul dari hubungan suami istri

- adanya kewajiban suami istri untuk saling setia, tolong menolong, bantu membantu dan apabila dilanggar dapat menimbulkan pisah meja tempat tidur, dan dapat mengajukan cerai (Pasal 103)

- Suami istri wajib tinggal bersama dalam arti suami harus menerima istri, istri tidak harus ikut di tempat suami kalau keadaannya tidak memungkinkan, suami harus memenuhi kebutuhan istri (Pasal 104)



b. Akibat yang timbul dari kekuasaan suami dalam hubungan perkawinan

- Suami adalah kepala rumah tangga, istri harus patuh kepada suami sehingga istri tidak cakap kecuali ada izin dari suami.

- Istri harus patuh terhadap suami, dengan demikian istri harus mengikuti kewarganegaraan suami dan dia harus tunduk pada hukum suami baik publik maupun privat (Pasal 106 KUHPer)

- Suami bertugas mengurus : harta kekayaan bersama, sebagian besar kekayaan pihak istri, menentukan tempat tinggal, menentukan persoalan yang menyangkut kekuasaan orang tua. Istri dianggap tidak cakap, tidak bisa mengurus kekayaan sendiri

2. Akibat Hubungan Suami Istri Terhadap Harta Kekayaan

a. Pasal 119 KUHPer

Menurut KUHPer akibat hubungan suami istri terhadap terhadap harta kekayaan adalah harta campuran bulat, harta benda yang diperoleh sepanjang perkawinan menjadi harta bersama meliputi seluruh harta perkawinan, yaitu :

1. Harta yang sudah ada pada waktu perkawinan

2. Harta yang diperoleh sepanjang perkawinan

b. Sebagian besar kekayaan milik istrinya, karena istri dalam ikatan perkawinan dianggap tidak cakap, maka suami berhak mengurusnya.

Untuk melindungi harta kekayaan istri terhadap pengurusan yang jelek dari suami maka diatur tentang perlindungan antara :

- Mengadakan perjanjian kawin, juga mengadakan sebuah janji hipotik atas barang tidak bergerak milik suami.

- Dimungkinkannya seorang istri mengajukan gugatan atas pemisahan harta kekayaan apabila terjadi pengurusan yang tidak baik oleh suami (Pasal 186 ayat 2 KUHPer)

Namun, ada pengecualian bahwa harta tersebut bukan harta campuran yaitu apabila terdapat :

1. Perjanjian kawin
2. Ada hibah/warisan yang ditetapkan oleh pewaris (Pasal 120 KUHPer)

Hapusnya harta campuran disebabkan oleh :

1. Kematian

2. Perkawinan baru atas izin hakim karena afwezigheid

3. Perceraian

4. Pisah meja dan tempat tidur

5. Pemisahan harta kekayaan
3. Akibat Hubungan Suami Istri Dengan Anak

Dengan adanya perkawinan akan menimbulkan keturunan, yang merupakan asal usul anak sehingga ada hubungan darah antara orang tua dengan anak.

Hubungan darah :

-anak sah

-anak luar kawin yang diakui

a. Keturunan Sah / anak sah

Anak yang dilahirkan dari perkawinan secara sah diatur di dalam pasal 250 :

Tiap – tiap anak yang dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan, memperoleh si suami sebagai bapaknya.
Pasal 252 :

Suami boleh mengingkari keabsahan si anak apabila dapat membuktikan, bahwa ia sejak 300 sampai 180 hari sebelum lahirnya anak itu, berada di dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk mengadakan hubungan dengan istrinya.

Jangka waktu kehamilan

Untuk memastikan keabsahan anak, UU mengatur jangka waktu

terpendek yaitu 180 hari setelah pernikahan dan jangka waktu kehamilan paling lama 300 hari setelah pernikahan.

Artinya, anak yang dilahirkan setelah 180 hari setelah pernikahan yang sah itu anak sah, karena anak yang lahir sebelum 180 hari setelah pernikahan dari kandungan ibunya menurut perhitungan kehamilan tidak akan dapat hidup. Sebaliknya, anak yang ada di dalam kandungan ibunya lebih dari 300 hari akan kehabisan oksigen.

Penyangkalan Keabsahan Anak dan Penolakan atas Penyangkalan

UU mengatur tentang hak menyangkal suami terhadap lahirnya seorang anak dari istrinya sebagai anak sah. Apabila dapat membuktikan dengan alasan – alasan :

- Jika anak lahir sebelum 180 hari setelah perkawinan (Pasal 251). Tetapi, penyangkalan tidak boleh dilakukan apabila suami sudah mengetahui kehamilan istrinya sebelum perkawinan

- Suami dalam masa 300 hari hingga 180 hari sebelum anak dilahirkan, tidak bergaul dengan istrinya (Pasal 252)

- Istri melakukan perzinahan dan kelahiran anak ini disembunyikan terhadap suami (Pasal 253)

- Anak itu lahir lewat 300 hari setelah ada putusan pengadilan negeri yang menyatakan perpisah meja dan tempat tidur (Pasal 254)

Yang dapat mengajukan penyangkalan keabsahan anak:

1. Suami ibu anak tersebut
2. Para ahli waris suami, sebagai lanjutan suami (almarhum) yang telah mengajukan gugatan penyangkalan di pengadilan maupun dengan akta di luar pengadilan
3. Atas kekuasaan sendiri dengan alasan sesuai yang diatur di dalam Pasal 252 KUHPer

Keabsahan Anak :

Sahnya anak cukup dibuktikan dengan menunjukkan :

- Akte kelahiran, yang didasarkan pada akte perkawinan orang tuanya yang membuktikan dengan siapa ibunya itu menikah dan akte kelahiran yang membuktikan dari ibu mana anak itu dilahirkan dan kapan anak itu dilahirkan.

- Kenyataan bahwa anak itu diperlakukan sebagai anak sah oleh orangtuanya dan itu senantiasa memakai nama bapaknya dan diperlakukan oleh bapaknya sebagai anak sah (Pasal 261 dan Pasal 263 KUHPer)

- Jika kedua hal tersebut tidak ada maka dibuktikan dengan saksi – saksi apabila ada pemintaan pembuktian dengan tulisan (Pasal 264 dan 265)
Keturunan Tidak Sah / Anak Luar Kawin

Anak tidak sah terjadi karena dilahirkan di luar perkawinan. Anak tersebut disebut sebagai anak alam, yang terbagi menjadi 2 macam, yaitu :

1. Anak alam dalam arti luas, yang meliputi :

a. Anak yang di luar perkawinan dan tidak pernah disahkan

b. Anak lahir karena zinah, anak yang lahir dari perkawinan antara mereka yang dilarang tidak dapat diakui apalagi disahkan sehingga tidak dapat mewaris dari pria dan wanita tersebut, kecuali dengan nafkah atau hibah / wasiat

2. Anak alam dalam arti sempit, adalah anak luar kawin dimana wanita dan pria, keduanya tidak terikat dengan perkawinan lain.

Anak Luar Kawin Yang Diakui

Menurut KUHPer, anak luar kawin tidak memiliki hubungan hukum dengan siapa saja, kecuali dengan mereka yang mengakuinya. Yang dapat mengakuinya adalah wanita atau pria yang menyebabkan dia lahir.

Terdapat 3 lembaga, yaitu :

a. Pengakuan Sukarela

Pengakuan berdasarkan UU yang dilakukan oleh :

- Ibunya, meskipun di bawah umur, tidak perlu dibantu oleh orangtua

- Bapaknya, harus berumumr 19 tahun dan harus mendapat persetujuan dari ibunya selagi ibunya masih hidup. (Pasal 282 ayat 1) Pengakuan tidak dapat dilaksanakan dengan paksaan, kekhilafan, penipuandan bujukan. Pengakuan demikian tersebut batal demi hukum.

Berdasar Pasal 282 ayat 1, Prosedur pengakuan :

- Dilakukan di depan pegawai Catatan Sipil

- Dilakukan pada waktu perkawinan orangtua

- Pada waktu perkawinan orang tua dapat sekaligus mengakui dan mengesahkan anak luar kawin

- Pengakuan harus tegas

Akibat Pengakuan Sukarela :

- Anak hanya mempunyai hubungan hukum dengan yang mengakui

- Adanya perwalian dari orang yang mengakui

- Anak yang diakui berhak memakai nama orangtua yang mengakui

- Orang tua yang mengakui wajib membiayai anak yang diakui

- Pengakuan tidak berlaku surut

- Pengakuan dapat disangkal oleh orang yang berkepentingan (Pasal 286 KUHPer)



b. Pengakuan Secara Paksa

Terjadi karena putusan hakim, ditetapkan karena adanya keturunan dari seseorang anak yang dilahirkan di luar perkawinan.

Pasal 286, Pasal 287, dan Pasal 289 KUHPer.

c. Pengesahan Anak

Merupakan tindak lanjut dari tindakan pengakuan dari salah satu orangtuanya atau pengakuan yang dilakukan dengan pengesahan pada waktu orangtuanya melakukan perkawinan.

Akibat dari pengesahan :

- Timbul hubungan hukum antara anak dengan orangtuanya

- Anak yang diakui mempunyai kedudukan yang sama dengan anak sah

- Anak yang disahkan dapat menggantikan kedudukan ahli waris
Akibat Perkawinan Menurut UU No. 1 Tahun 1974

1. Hubungan Antara Suami Istri itu Sendiri

Menimbulkan hak dan kewajiban antara suami istri :

1.
1. Menegakkan rumah tangga, menciptakan rumah tangga yang utuh.
2. Suami sebagai kepala rumah tangga dan istri adalah ibu rumah tangga

Kedudukan suami dan istri seimbang, mempunyai hak dan kewajiban masing – masing. Dengan begitu, menurut UU ini istri cakap melakukan tindakan hukum sendiri, tidak perlu mendapat izin dari suami terlebih dahulu, sehingga sifat hubungan hukum antara suami istri adalah individual.

Suami dan istri merupakan dua komponen yang sama pentingnya dalam melaksanakan fungsi keluarga,tidak ada dominasi dan supremasi diantara keduanya.
3. Suami istri harus memiliki tempat tinggal ( domisili ) dan istri harus ikut suami.

Untuk membentuk keluarga yang harmonis, maka suami istri harus tinggal bersama sama dalam satu rumah, penting untuk membina hubungan satu sama lain dengan pasangan dan juga dengan anak – anaknya.
4. Saling cinta mencintai dan hormat menghormati

Suami istri wajib saling cinta mencintai hormat menghormati dan setia serta memberi bantuan lahir batin kepada satu dengan yang lainnya
5. Suami wajib melindungi istri, memenuhi segala keperluan hidupnya

Suami harus selalu bertanggung jawab terhadap keperluan hidup keluarganya


2. Hubungan Suami Istri Terhadap Anak

Dalam UU ini, anak dibedakan menjadi 2, yaitu :

* Anak yang sah dari kedua orangtuanya.

Anak sah adalah, anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.

* Anak yang hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga si ibu yang melahirkannya

Hak dan Kewajiban antara Orangtua dan Anak

* Orangtua wajib memelihara dan mendidik anak – anaknya dengan sebaik – baiknya

Memelihara : mengawasi dan memberikan pelayanan yang semestinya, hal ini harus bersifat terus menerus sampai anak tersebut mencapai batas usia dewasa

Mendidik : memberikan pendidikan dan pengajaran untu membentuk anak tersebut menjadi manusia yang berdedikasi dan dapat hidup di dalam masyarakat luas.

* Mewakili anak – anak tersebut di dalam dan di luar pengadilan

* Anak wajib menghormati orangtua dan mentaati kehendak orangtua. Ketaatan atas kehendak orangtua terbatas pada garis – garis yang dibenarkan oleh hukum, kesopanan dan kesusilaan yang hidup dalam pergaulan masyarakat.

* Kewajiban anak untuk memelihara orangtuanya dan keluarganya dalam garis lurus keatas. Kewajiban ini timbul ketika anak tsb sudah dewasa dan ia memang mampun untuk membantu orangtua dan keluarganya dalam garis lurus keatas serta memang keluarga tersebut memerlukan bantuan.

Pencabutan Kekuasaan Orang Tua

Diatur dalam Pasal 49 UU No. 1 / 1974, bertujuan untuk menghindari cara pengawasan orang tua yang tidak sesuai / tidak baik, sehingga mungkin anak tersebut akan menjadi lebih baik keadaannya apabila tidak berada di dalam kekuasaan orangtua nya. Pencabutan ini dapat dilakukan dengan alasan orangtua mengurus kepentingan dan pemeliharaan anak – anaknya sedemikia buruk.

Alasan Pencabutan Kekuasaan Orangtua, menurut Pasal 49 :

a. Orangtua melalaikan kewajiban terhadap anaknya.

b. Karena sakit, sangat uzur atau sakit syaraf

c. Orangtua bepergian untuk jangka waktu yang sangat lama dan tidak diketahui kapan kembalinya

d. Orangtua berkelakuan buruk, hal ini bersifat kwantitas, meliputi tingkah laku yang tidak senonoh, dan tidak memberikan teladan kepada anaknya.

Pencabutan Kekuasaan Orangtua tidak menghapuskan kewajiban hukum untuk memberikan biaya pemeliharaan kepada anak – anaknya. Jadi, orangtua masih berkewajiban untuk membiayai keperluan anak – anaknya.

* Hubungan Suami Istri Terhadap Harta

Menurut Pasal 35 UU No. 1 / 1974, yaitu :

1.
1. Harta bersama adalah harta benda yang diperoleh sepanjang perkawinan
2. Harta bawaan adalah harta yang dibawa masuk ke dalam suatu perkawinan. Penguasaannya tetap pada masing – masing suami istri yang membawanya ke dalam perkawinan, sepanjang pihak tidak menentukan hal lain.

* Hubungan Suami Istri Dengan Lingkungan Masyarakat

1.
1. Suami wajib melindung istri sesuai dengan kemampuan masing – masing, apabila suami melalalikan kewajiban maka istri dapat mengadukan ke pengadilan
2. Harta bersama suami istri menjadi jaminan atas hutang piutang suami istri
3. Apabila perkawinan putus maka harta bersama diatur menurut hukumnya masing – masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar