Selasa, 21 Januari 2014

HUKUM PERKAWINAN & HUKUM PERIKATAN

  HUKUM PERKAWINAN DAN HUKUM PERIKATAN
HUKUM PERKAWINAN
A. Pengertian Dan Asas-asas Perkawinan Menurut Hukum Perdata Dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

Pengertian Perkawinan
KUHPerdata tidak memberikan pengertian mengenai perkawinan. Perkawinan dalam hukum perdata adalah perkawinan perdata, maksudnya adalah perkawinan hanya merupakan ikatan lahiriah antara pria dan wanita, unsur agama tidak dilihat. Tujuan perkawinan tidak untuk memperoleh keturunan oleh karena itu dimungkinkan perkawinan in extrimis.

Sebaliknya, Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara pria dan wanita dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 bukan hanya ikatan lahiriah saja, tapi juga ada ikatan batiniah, dimana ikatan ini didasarkan pada kepercayaan calon suami isteri. Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.

Asas-asas Perkawina

1. Asas-asas perkawinan menurut KUHPerdata
  • Asas monogami. Asas ini bersifat absolut/mutlak, tidak dapat dilanggar.
  • Perkawinan adalah perkawinan perdata sehingga harus dilakukan di depan pegawai catatan sipil.
  • Perkawinan merupakan persetujuan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan di bidang hukum keluarga.
  • Supaya perkawinan sah maka harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan undang-undang.
  • Perkawinan mempunyai akibat terhadap hak dan kewajiban suami dan isteri.
  • Perkawinan menyebabkan pertalian darah.
  • Perkawinan mempunyai akibat di bidang kekayaan suami dan isteri itu.
2. Asas-asas perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
  • Asas Kesepakatan (Bab II Pasal 6 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974), yaitu harus ada kata sepakat antara calon suami dan isteri.
  • Asas monogami (Pasal 3 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974). Pada asasnya, seorang pria hanya boleh memiliki satu isteri dan seorang wanita hanya boleh memiliki satu suami, namun  ada perkecualian (Pasal 3 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974), dengan syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 4-5.
  • Perkawinan bukan semata ikatan lahiriah melainkan juga batiniah.
  • Supaya sah perkawinan harus memenuhi syarat yang ditentukan undang-undang (Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974).
  • Perkawinan mempunyai akibat terhadap pribadi suami dan isteri.
  • Perkawinan mempunyai akibat terhadap anak/keturunan dari perkawinan tersebut.
  • Perkawinan mempunyai akibat terhadap harta suami dan isteri tersebut.
 Dengan adanya perkawinan akan menimbulkan akibat baik terhadap suami istri, harta kekayaan maupun anak yang dilahirkan dalam perkawinan.
a. Akibat Perkawinan Terhadap Suami istri
  1. Suami istri memikul tanggung jawab yang luhur untuk menegakan rumah tangga berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 30).
  2. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan dalam pergaulan hidup bersama dalam masyarakat (Pasal 31 ayat (1)).
  3. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hokum (ayat 2).
  4. Suami adalah kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga.
  5. Suami istri menentukan tempat kediaman mereka.
  6. Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, saling setia.
  7. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu sesuai dengan kemampuannya.
  8. Istri wajib mengatur urusan rumah tangga dengan sebaik-baiknya.
b. Akibat Perkawinan Terhadap Harta Kekayaan
  1. Timbul harta bawaan dan harta bersama.
  2. Suami atau istri masing-masing mempunyai hak sepenuhnya terhadap harta bawaan untuk melakukan perbuatan hokum apapun.
  3. Suami atau istri harus selalu ada persetujuan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap harta bersama (Pasal 35 dan 36).



c. Akibat Perkawinan Terhadap Anak

1. Kedudukan anak
  • Anak yang dilahirkan dalam perkawinan adalah anak yang sah (Pasal 42)
  • Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan kerabat ibunya saja.
2. Hak dan kewajiban antara orang tua dan anak
  • Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anaknya sampai anak-anak tersebut kawin dan dapat berdiri sendiri (Pasal 45).
  • Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendaknya yang baik.
  • Anak yang dewasa wajib memelihara orang tua dan keluarga dalam garis keturunan ke atas sesuai kemampuannya, apabila memerlukan bantuan anaknya (Pasal 46).
3. Kekuasaan orang tua
• Anak yang belum berumur 18 tahun atau belum pernah kawin ada di bawah kekuasaan orang tua.
• Orang tua dapat mewakili segala perbuatan hokum baik di dalam maupun di luar pengadilan.
• Orang tua dapat mewakili segala perbuatan hokum baik di dalam maupun di luar pengadilan.
• Orang tua tidak boleh memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 tahun atau belum pernah kawin
• Kekuasaan orang tua bisa dicabut oleh pengadilan apabila:
  • Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anak
  • Ia berkelakuan buruk sekali
 • Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anaknya.

Sedang yang dimaksud dengan kekuasaan orang tua adalah: Kekuasaan yang dilakukan oleh ayah dan ibu terhadap anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan.

Isi kekuasaan orang tua adalah:

1. Kewenangan atas anak-anak baik mengenai pribadi maupun harta kekayaannya.
2. Kewenangan untuk mewakili anak terhadap segala perbuatan hokum di dalam maupun di luar pengadilan.

Kekuasaan orang tua itu berlaku sejak kelahiran anak atau sejak hari pengesahannya.
Kekuasaan orang tua berakhir apabila:
  • Anak itu dewasa
  • Anak itu kawin
  • Kekuasaan orang tua dicabut 

HUKUM PERIKATAH
menjamin pihak ketiga untuk berbuat sesuatu, sebenarnya bukan merupakan pengecualian dari pasla 1315. karena seseorang yang menanggung pihak ketiga untuk berbuat sesuatu,mengikatkan dirinya atas sesuatu kewajiban terhadap lawannya dalam persetujuan, bahwamanakala pihak ketiga tidak melakukan apa yang diharapkan daripadanya ia akan membayar ganti rugi. Dalam hal ini pihak ketiga menurut hukum tidak terikat oleh persetujuan tersebut.Janji bagi kepentingan pihak ketiga (derdenbeding)Janji bagi pihak ketiga adalah suatu janji yang oleh para pihak dituangkan dalam suatu persetujuan, dimana ditentukan bahwa pihak ketiga akan mendapatkan hak atas suatu prestasi.Janji semacam ini sering tampak dalam praktek seperti pada asuransi jiwa atau pada pemberiankonsensi, dimana kotapraja memberi izin untuk mendirikan pabrik gas dengan syarat bahwakepada penduduk akan diberi gas dengan kondisi-kondisi tertentu.Menurut pasal 1317 BW, janji bagi kepentingan pihak ketiga hanya mungkin dalam dua hal,yaitu :1. Jika seseorang memberi sesuatu kepada orang lain, misal A menghadiahkan rumahnya kepadaB dengan membebankan kepada B kewajiban untuk melakukan sesuatu prestasi untuk C.2. Jika seseorang dalam persetujuan membuat suatu janji untuk kepentingan sendiri. Misal Amenjual rumahnya kepada Bdengan janji bahwa B akan melakukan beberapa prestasi untuk C.Hal-hal yang mengikat dalam perjanjian (pasal 1338, 1339, 1347 BW) :1. Isi perjanjian2. Undang-undang3. Kebiasaan4. KepatutanAkibat perjanjian yang sah (1338 BW) :1. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai bagi yang membuatnya.2. Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selai dengan sepakat kedua belah pihak atau karenaalasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.3. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.Penafsiran isi perjanjian :1. Jika kata-kata perjanjian jelas, tidak dikarenakan menyimpang.2. Hal-hal yang memuat perjanjian selamanya diperjanjikan, dianggap dimasukan dalam perjanjian meskipun tidak dengan tegas dinyatakan.
3. Semua janji yang dibuat dalam perjanjian harus diartikan dalam hubungan satu sama lain(ditafsirkan dalam rangka perjanjian seluruhnya).4. Jika ada keraguan, perjanjian harus ditafsirkan atas kerugian orang yang telah memintadiperjanjikannya sesuatu hal dan untuk keuntungan orang yang telah mengikatkan dirinya untuk itu.5. Meskipun arti kata-kata dalam perjanjian luas atau tetapi perjanjian hanya meliputi hal-halyang nyata-nyata dimaksudkan untuk kedua belah pihak sewaktu membuat perjanjian.Timbulnya hak bagi pihak ketigaUntuk menentukan timbulnya hak bagi pihak ketiga, terdapat tiga teori, yaitu :1. Teori penawaranMenurut teori ini janji untuk pihak ketiga dianggap sebagai suatu penawaran dari seseorang yangmenjanjikan sesuatu untuk kepentingan pihak ketiga. Selama pihak ketiga belum menyatakanmenerima penawaran tersebut, penawaran itu masih dapat dicabut kembali. Janji pihak ketiga baru timbul setelah penawaran diterima.2. Teori pernyataan yang menentukan sesuatu hak (theorie rechtbevestigende verklaring)Menurut teori ini, hak pihak ketiga terjadi pada saat dibuatnya pesetujua antara pihak yangmenjanjikan sesuatu untuk kepentingan pihak ketiga dan pihak yang mempunyai kewajibanterhadpa pihak ketiga. Janji tersebut masih dapat ditarik kembali dan ini akan menghapuskan hak  pihak ketiga. Penerimaan oleh pihak ketiga meniadakan hak untuk mencabut janji tersebut.3. Teori pernyataan untuk memperoleh hak (theorie rechtverkrijgende verklaring)Teori ini mengemukakan bahwa hak pihak ketiga baru terjadi setelah pihak ketiga menyatakankehendaknya untuk menerima janji tersebut. Hoge Raad menganut teori ini.Perbuatan melawan hukum terhadap orang 1365 BWPerbuatan melawan hukum terhadap badan 1367 BWPerbuatan melawan hukum terhadap penguasa 1365-1367 BWKategori perbuatan melawan hukum terhadap organ atau badan :1. Harus ada hubungan perbuatan dengan lingkungan kerja organ tersebut.2. Organ bertindak untuk memenuhi kewajibannya yang dibebankan kepadanya.Kriteria perbuatan melawan hukum bagi penguasa adalah penguasa hanya dapat melakukan perbuatan melawan hukum, jika dia diluar kewajibannya dalam lapangan hubungan publik yangdiembannya.

 
Hapusnya perikatan (1381 BW) :1. Karena pembayaran.2. Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan.3. Karena pembaharuan utang. Contoh : A kredit uang dibank, setelah 2 tahun dia tidak bisamembayar, karena pailit atau what ever ? maka bank melakukan pembaharuan utang.4. Karena perjumpaan utang atau kompensasi. Contoh : A utang pada B, tetapi A punya piutang pada C jumlahnya bisa lebih kecil atau lebih besar. Maka utangnya dialihkan.5. Karena percampuran utang.6. Karena pembebasan utangnya.7. Karena musnahnya barang yang terutang. Contoh : kredit motor, tetapi akhirnya motor tersebut hilang sebelum lunas, maka kalau dulu langsung bebas, tetapi sekarang harus dicicil.8. Karena kebatalan atau pembatalan. Contoh : dalam hutang piutang yang jumlahnya terlalu besar maka hakim dapat melakukan pembatalan.9. Karena berlakunya suatu syarat batal, yang diatur dalam bab ke satu buku ini.10. Karena lewatnya waktu, hal mana akan diatur dalam suatu bab tersendiri. Contoh : perjanjianhutang gadai.Dalam sewa menyewa, kerusakan barang jika kecil ditanggung oleh penjual, kalau kerusakan barang jika besar maka ditanggung oleh pembeli. Jual beli tidak putus karena adanya sewamenyewa. Dalam perkembangannya, sewa menyewa tidak diminati lagi apabila tidak ada jangkawaktu. Dalam sewa menyewa dan jual beli, kewajiban penjual adalah memberikan barangdengan kualitas yang baik. Leasing adalah bukan termasuk dalam perjanjian jual beli, karena barang yang sudah diserahkan kepada penjual tetapi dia punya hak privillege atau hak utamauntuk membeli. Dalam perjanjian penangguhan hutang, pihak ketiga merupakan penjamin darikedua belah pihak (yaitu pihak kesatu dan kedua). Perjanjian dapat dicabut jika salah satu pihak melanggar ketentuan yang ada (UU). Hibah tidak diperbolehkan dalam pihak suami istri.Perjanjian jual beli tidak mengatur ketentuan pembelian kembali dari jual beli yang pertama. Jikadebitur melakukan wanprestasi maka dia harus memberikan prestasi dan uang ganti rugi, kecualikarena overmacht debitur tidak mengganti uang ganti rugi. Yang berwenang menagih uang paksaadalah pengadilan.Penanggungan hutangDefinisi (pasal 1820 BW)

 
Penanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang, manakala orang inisendiri tidak memenuhinya.Sebagaimana diketahui, segala kebendaan seorang, baik yang bergerak maupun yang tidak  bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari menjadi tanggunganuntuk segala perikatannya perseorangan meskipun demikian, jaminan secara umum itu seringdirasakan kurang aman, karena kekayaan si berutang pada suatu waktu bisa habis.Tiada penanggungan jika tidak ada suatu perikatan pokok yang sah. Namun dapatlah seorangmemajukan diri sebagai penanggung untuk suatu perikatan, biarpun perikatan itu dapatdibatalkan dengan suatu tangkisan yang hanya mengenai dirinya pribadi si berutang, misalnyadalam hal kebelumdewasaan. Seorang penanggung tidak dapat mengikatkan diri untuk lebih,maupun dengan syarat-syarat yang lebih berat, daripada perikatan si berutang. Adapun penanggungan boleh diadakan untuk hanya sebagian saja dari utangnya, atau dengan syarat-syarat yang kurang. Jika penanggungan diadakan untuk lebih dari utangnya, atau dengan syarat-syarat yang lebih berat, maka perikatan itu tidak sama sekali batal, melainkan ia adalah sahhanya untuk apa yang diliputi oleh perikatan pokoknya.PenitipanPenitipan adalah terjadi, apabila menerima sesuatu barang dari seorang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya. Macam-macam penitipan :1. Penitipan yang sejatiDianggap telah dibuat dengan Cuma, jika tidak diperjanjikan sebaliknya. Penitipan ini hanyamenegnai barang-barang bergerak. Penitipan barang terjadi dengan sukarela atau karenaterpaksa. Penitipan barang dengan sukarela terjadi karena sepakat bertimbal-balik antara pihak yang menitipkan barang dan pihak yang menerima titipan. Penitipan barang dengan sukarelahanyalah dapat terjadi antara orang-orang yang mempunyai kecakapan untuk membuat perikatan-perikatan. Jika namun itu seorang yang cakap untuk membuat perikatan-perikatan,menerima penitipan suatu barang dari seorang yang tidak cakap untuk membuat perikatan- perikatan, maka tunduklah ia kepada segala kewajiban yang dipikul oleh seorang penerimatitipan yang sungguh-sungguh.2. Sekestrasi

 
Adalah penitipan barang tentang mana ada perselisihan, ditangannya seorang pihak ketiga yangmengikatkan diri untuk setelah perselisihan ini diputus, mengembalikan barang itu kepada siapaakan dinyatakan berhak, beserta hasil-hasilnya. Penitipan ini ada terjadi dengan perjanjian danada pula yang dilakukan atas perintah hakim. Sekestrasi terjadi dengan perjanjian, apabila barangyang menjadi sengketa diserahkan kepada seorang pihak ketiga oleh satu orang atau lebih secarasukarela.Perjanjian LeasingPengertian leasing adalah perjanjian pembiayaan dan barang itu langsung menjadi milik kita,tetapi tidak pada kenyataannya, dalam leasing ada hak utama untuk membeli.Penyertaan modal pada perusahaan sewa guna usaha (leasing)Dasar hukum bagi bank yang akan menjalankan penyertaan modal pada perusahaan sewa gunausaha (leasing), selain undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan, juga keputusanPresiden nomor 64 tahun 1988 tentang lembaga pembiayaan dan keputusan menteri keuangannomor 1251/KMK.013/1988 tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan lembaga pembiayaan.Sewa guna usaha adalah istilah yang dipakai untuk menggantikan istilah leasing. Istilah leasing berasal dari bahasa Inggris, yaitu to lease yang berarti menyewakan, tetapi berbeda pengertiannya dengan rent. Dalam bahasa Belandanya istilah ini adalah financieringshuur.Leaisng dalam praktek hukum mempunyai pengertian sebagai kegiatan pembiayaan perusahaandalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala yang disertaidengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut, untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telahdisepakati. Pada pasal 1 angka 9 keputusan presiden nomor 61 tahun 1988 tentang lembaga pembiayaan, pengertian leasing ini disederhanakan sebagai suatu usaha pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara Finance lease maupun operating lease untuk digunakan oleh penyewa guna usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaransecara berkala.Perbedaan antara bank dan leasing adalahBank adalah suatu badan usaha yang bertujuan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, kemudian menyalurkan atau meminjamkan dana tersebut kepada pihak yangmemerlukannya. Sedangkan leasing (sewa guna usaha) adalah kegiatan pembiayaan dalam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar